وَبَشِّرِ الَّذِين آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا
مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ
وَأُتُواْ بِهِ مُتَشَابِهاً وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ
وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman dan beramal
sholeh, bahwa bagi mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya. Setiap kali mereka diberi rezeki dari
buah-buahan di dalamnya, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah
diberikan kepada kami dahulu (di dunia)." Mereka diberi buah-buahan yang
serupa dan baginya di dalamnya ada pasangan yang suci, serta mereka
kekal di dalamnya.
1). Rangkaian ayat 23 dan 24 yang berbicara betapa fundamentalnya Kitab
Suci dalam kehidupan manusia, ditutup dengan penggalan ayat yang
mengingatkan tentang ngerinya api neraka yang أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
(u’iddat lil kāfiriyn), disiapkan khusus bagi orang yang kafir (terhadap
Kitab Suci tersebut). Kini, sebagai kontra terhadap ayat sebelumnya,
Allah meminta untuk disampaikan berita gembira kepada orang beriman dan
beramal sholeh. Kita diingatkan kembali pada pembahasan ayat 4 Surat
al-Fatihah (terutama poin 3), bahwa di akhirat kelak Allah akan
mengadili manusia berdasarkan (Kitab Undang-Undang) Agama yang telah
diturunkan kepada mereka melalui Nabi dan Rasul-Nya, yaitu Kitab Suci.
Sehingga bisa dipastikan—dari rangkaian ayat—bahawa yang dimaksud orang
beriman di sini ialah orang beriman kepada al-Qur’an; dan orang beramal
sholeh yang dimaksud ialah beramal sholeh menurut tuntunan al-Qur’an.
“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang
mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka (ada) pahala yang besar.”
(17:9)
2). Ayat ini juga menjelaskan hakikat surga. Yakni bahwa surga
sebetulnya adalah perwujudan nyata dari seluruh harapan-harapan manusia
di dunia, yang karena satu dan lain hal banyak yang tidak terpenuhi.
Coba simak penggalan ini: كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ
رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ (kullamā ruziquw
minhā min tsamaratin rizqā qāluw hādzal-ladziy ruziqnā min qablu);
artinya: Setiap kali mereka diberi rezeki dari buah-buahan di dalamnya
(maksudnya di dalam surga itu), mereka mengatakan: "Inilah yang pernah
diberikan kepada kami dahulu (di dunia)." Ayat ini tidak bisa difahami
bahwa kalau begitu surga bukanlah hal yang luar biasa karena toh apa
yang ditawarkan di sana itu juga yang kita temukan di dunia. Melalui
ayat ini, Allah hendak menyampaikan beberapa pesan.
Pertama, yang
disebut manusia bukan hanya saya, Anda, atau mereka. Yang disebut
manusia ialah sejak manusia pertama hingga manusia terakhir kelak. Usia
manusia mungkin puluhan ribu tahun, atau bahkan jutaan tahun; dan selama
itu terjadi perubahan terus menerus mengikuti irama perkembangan
budaya, peradaban, dan ilmu pengetahuan manusia. Artinya sangat banyak
yang dirasakan manusia sekarang tidak dirasakan manusia sebelumnya;
begitu juga sebaliknya.
Kedua, sebagai manusia materi, dalam kurun waktu sekarang pun kita
dibatasi oleh ruang dan waktu. Dari jutaan jenis buah, yang bisa kita
konsumsi tiap kali makan paling satu atau dua buah. Sehingga dengan usia
yang ada rasa-rasanya tidak mungkin mengkonsumsi semua jenis buah
tersebut sebelum kita diusung ke kuburan. Itu baru jenis buah, belum
yang lain. Itu juga dengan asumsi kita memiliki kemampuan finansial
untuk membelinya. Lantas bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki
kemampuan finansial, atau sakit sehingga dilarang memakan jenis makanan
tertentu, atau memiliki kemampuan finansial tetapi tetap tidak bisa
mendatangkannya dari penjuru dunia yang jauh?
Ketiga, dari sisi hakikat (ontologi), semua jenis buah yang kita makan
tidak lebih dari variasi bentuk-bentuk penampakan dari materi yang
disimbolkan dengan tanah. Karena setiap jenis buah merupakan hasil
kombinasi dari berbagai unsur yang membentuk dunia materi; misalnya:
tanah, air, matahari, udara, temperature, iklim, mikroba, dan berbagai
lingkungan pendukung mikro dan makro lainnya. Sehingga bisa dikatakan,
semua itu bukanlah buah yang sesungguhnya. Meminjam istilah Plato, semua
itu hanyalah duplikat-duplikat belaka saja. Aslinya ada di alam sana.
3). وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ (wa lahum fiyhā azwājun muthahharah, dan bagi penghuni surga, di dalamnya, ada pasangan yang suci). Siapakah gerangan pasangan yang suci ini? Bagi mereka yang meninggal sebelum berpasangan atau yang pasangannya tidak seiman dengannya, tentu Allah akan menyiapkan pasangan-pasangan bagi mereka di surga. Tetapi bagi mereka yang tidak masuk dalam dua kategori tersebut, Allah mempertemukan kembali mereka di suatu jenis surga yang bernama Surga Adn. “(Yaitu) Surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari orangtua-orangtua mereka, pasangan-pasangannya dan anak-anak keturunannya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.” (13:23 dan 40:8)
4). وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (wa hum fiyhā khaliduwn, serta mereka kekal di dalamnya). Bagaimana mereka bisa kekal di dalamnya; bukankah yang kekal itu hanya Allah. Kekalnya Allah menggunakan kata baqā (kekal secara hakiki), sementara kekalnya manusia di dalam surga atau neraka menggunakan kata khaliduwn atau khuld (kekal secara majazi). Maksudnya, kekalnya Allah adalah kekal dalam artian sejati dan primer, karena Dia-lah yang Awal dan Dia pula yang Akhir (57:3). Sementara kekalnya manusia adalah sekunder, yakni sejauh Allah menghendaki kekekalannya. Jadi kekalnya Allah karena memang itu yang menjadi sifat dari Zat-Nya, sedangkan kekalnya manusia di akhirat semata karena Jalal dan Ikram-Nya. “Semua yang ada di dunia akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai Jalāl dan Ikrām.” (55:26-27) Firman-Nya lagi: “Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sungguh Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (16:96)
AMALAN PRAKTIS
Pernakah Anda berfikir bahwa usia Anda paling sekitar 60 atau 70 tahun! Setelah itu, senang atau tidak senang, Anda akan dikembalikan kepada-Nya. Dan supaya Anda tidak menyesal, Dia-pun memaklumatkan: Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Maka sedapat mungkin berlomba-lombalah memindahkan ‘rekening’ yang ada di sisi Anda ke ‘rekening’ yang ada di sisi-Nya, dengan menjadikan Kitab Suci-Nya sebagai Undang-Undang Kehidupan.
No comments:
Post a Comment