BAHASA
Provinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu:
Bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.
AGAMA
Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam.
KESENIAN
Mengutip pendapat "Ismuha dalam buku Bunga Rampai Budaya Nusantara", maka Kesenian Aceh secara umum terbagi dalam seni tari, seni sastra dan cerita rakyat. Adapun ciri-ciri tari tradisional Aceh antara lain; bernafaskan islam, ditarikan oleh banyak orang, pengulangan gerak serupa yang relatif banyak, memakan waktu penyajian yang relatif panjang, kombinasi dari tari musik dan sastra, pola lantai yang terbatas, pada masa awal pertumbuhannya disajikan dalam kegiatan khusus berupa upacara-upacara dan gerak tubuh terbatas (dapat diberi variasi).
Beberapa jenis kesenian Aceh diantaranya Zikee, Seudati, Rukoen, Rapai Geleng, Rapai Daboeh, Biola (mop-mop), Saman, Laweut dan sebagainya. Sepintas lalu, kegiatan seni yang dilakukan tersebut bertujuan untuk hiburan dan rekreasi, namun ternyata, bentuk-bentuk kesenian ini juga mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat.
Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayat yang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil.
SISTEM KEKERABATAN
Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak yang belum menikah. Namun bagi anak laki-laki sejak berumur 6 tahun hubungannya dengan orang tua mulai dibatasi. Proses sosialisasi dan enkulturasi lebih banyak berlangsung di luar lingkungan keluarga.
POLA HIDUP DAN GOLONGAN MASYARAKAT ACEH
Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan.Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
Sedangkan Golongan Masyarakat aceh, pada masa lalu masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu golongan keluarga sultan, golongan uleebalang, golongan ulama, dan golongan rakyat biasa. Golongan keluarga sultan merupakan keturunan bekas sultan-sultan yang pernah berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah ampon untuk laki-laki, dan cut untuk perempuan. Golongan uleebalang adalah orang-orang keturunan bawahan para sultan yang menguasai daerah-daerah kecil di bawah kerajaan. Biasanya mereka bergelar Teuku. Sedangkan para ulama atau pemuka agama lazim disebut Teungku atau Tengku.
No comments:
Post a Comment