أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِن لاَّ يَشْعُرُونَ
Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang merusak, tetapi mereka tidak menyadari.
1). Setelah di ayat 8, ini adalah ayat kedua dimana Allah melakukan
penyangkalan terhadap pengakuan subyektif orang munafiq. Di ayat 11
mereka mengkalim bahwa apa yang mereka lakukan bukan pengrusakan tapi
pembangunan. Mereka mengakui bahwa perbuatan mereka itu adalah amalan
orang-orang shaleh. Tetapi Allah kemudian menolak pengakuan mereka
dengan mengatakan: Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang
yang merusak, tetapi mereka tidak menyadari. Penggunaan kata
“ketahuilah” di awal ayat hendak memberi kesan kepada penyimak bahwa
tidak perlu menunggu hingga kejadian al-fāsad (decay, rottenness,
decomposition, disintegration, corruption, depravation, deterioration, kerusakan)—sebagai
akibat dari perbuatan tangan mereka—benar-benar terwujud baru percaya
dan menyadari. Al-Qur’an adalah PETUNJUK (hudan), yang tidak saja
menuntun manusia kepada kebenaran, tapi juga menuntunnya ke masa depan,
agar manusia tidak menyesal di kemudian hari.
2). Akhir ayat ini hampir sama dengan akhir ayat 9. Sama-sama berbuntut: “mereka tidak menyadari”.
Kata “mereka” di sini tidak secara spesifik ditujukan kepada pelaku
perbuatan tersebut—bahkan boleh jadi pelakunya sendiri menyadari akan
risiko besar dari tindakan tersebut cuma mereka mengabaikannya karena
telah terbutakan oleh syahwat kekuasaan duniawi. Maka kata “mereka” di
ayat ini bisa berarti siapa saja, manusia mana saja, hidup di zaman apa
saja, yang tidak bisa mengenal mereka (para pelaku kerusakan itu) dengan
benar. “Mereka” adalah orang-orang yang tertipu oleh ‘sulap’ retorika
mereka. “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang
kehidupan dunia menakjubkan(hati)mu, dan dipersaksikannya kepada Allah
(atas kebenaran) isi hatinya (bahwa dirinya adalah bagian dari para
nabi, shiddiqyn, syuhada, dan orang shaleh), padahal ia adalah penantang
yang paling keras.” (2:204)
Berhati-hatilah saat akan melakukan suatu perbuatan. Karena boleh jadi perbuatan itu Anda anggap mendatangkan maslahat, padahal sebetulnya justru akan mendatangkan mafsadat. Maka sebelum bertindak, ambillah al-Qur’an dan terjemahannya, cari tema atau subyek perbuatan yang Anda akan lakukan dengan menggunakan buku indeks, pelajarilah ayat-ayat yang berkenaan dengan itu. Kemudian berlapang dadalah menerima apa kata Kitab Suci.
No comments:
Post a Comment