Wednesday, October 24, 2012

KARAKTERISTIK BUDAYA SUNDA

Dalam karakteristik budaya sunda sendiri memiliki kemampuan-kemampuan yang menjadikannya sebagai daya hidup bagi masyarakatnya, yang diantaranya seperti : Kemampuan berkoordinasi dan berorganinasi, dimaknai sebagai kemampuan berinteraksi secara sosial. Kemampuan beradaptasi, dimaknai sebagai kemampuan kesadaran untuk secara kreatif mengatasi tantangan keadaan, tantangan zaman dan tantangan berbagai ragam pergaulan. Kemampuan mobilitas, dimaknai sebagai kemampuan untuk dengan kreatif menciptakan mobilitas sosial, politik, dan ekonomi, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal. Kemampuan tumbuh dan berkembang, diartikan sebagai kemampuan kesadaran untuk selalu maju, selalu bertambah luas dan dalam wawasan-nya selalu menawarkan pemikiran-pemikiran yang segar dan baru Kemampuan regenerasi, dimaknai sebagai kemampuan untuk mendorong munculnya generasi baru yang kreatif dan produktif.

Di samping daya hidup, unsur lain lagi yang juga penting dalam suatu kebudayaan adalah mutu hidup. Mutu hidup bukanlah merupakan kesempurnaan tetapi lebih dimaknai sebagai kebiasaan. Adapun kebisaan dalam hidup manusia merupakan kolaborasi harmonis dari tiga aspek, yakni :

Ø Tanggung Jawab, dimaknai sebagai suatu kesadaran untuk selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban secara penuh sesuai dengan tanggung jawab sosialnya.
Ø Idealisme, dimaknai sebagai rumusan sikap hidup seseorang di dalam menempuh padang dan hutan belantara kehidupan. Idealisme sekaligus merupakan sumber kepuasan batin seseorang.
Ø Spontanitas, dimaknai sebagai ungkapan naluri dan intuisi manusia. Tanpa spontanitas akan menyebabkan hidup menjadi kering dan hambar.

NILAI TRADISI MASYARAKAT SUNDA

Meniliki nilai budaya yang tinggi, budaya Sunda dicirikan dengan telah dikenalnya budaya tulis semenjak zaman dahulu. Pesan-pesan para leluhur Sunda tersebut menunjukkan bahwa makna yang dimiliki dari budaya Sunda tergolong kedalam makna nilai yang tinggi dan strategis serta sangat dihormati oleh masyarakatnya. Pesan moral yang awalnya terbatas hanya untuk masyarakat kerajaan Sunda ternyata memiliki nilai yang bersifat universal yang dapat juga dijadikan panutan oleh masyarakat di luar etnis Sunda agar kita selalu bersikap baik memperlakukan alam. Karena secara nurani setiap komunitas makhluk hidup termasuk manusia, siapa dan seberapapun kecilnya selalu membutuhkan tatanan kehidupan yang seimbang, selaras dan harmonis.

NILAI RELIGIUS

Dalam perjalanannya nilai-nilai tradisi dan religius masyarakat Sunda terus mengalami proses perkembangan sesuai dengan perubahan zaman. Agama Islam yang merupakan agama mayoritas masyarakat Sunda saat ini. Dalam aplikasinya, perkembangan keagamaan seperti yang terjadi pada masyarakat Sunda sebenarnya merupakan proses perkembangan dari mitos-mitos masyarakat yang pada intinya selalu mencari bentuk hubungan yang seimbang antara keberadaan manusia dengan lingkungan alamnya.

PERUBAHAN BUDAYA MASYARAKAT SUNDA

Tingginya budaya Sunda seperti dikenalnya budaya tulis, dimana budaya tulis sudah dikenal sejak dahulu kala yang diwujudkan dalam berbagai bentuk prasasti tampaknya sudah semakin tidak terlihat dalam kehidupan masyarakat Sunda saat ini. Realitas kondisi keempat daya hidup yang dimiliki oleh budaya Sunda dalam menghadapi berbagai bentuk tantangan. Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam merespon berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kmasyarakat begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang mulai terhapus oleh kebudayaan asing.

Sebagai contoh yang paling jelas adalah bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas masyarakat Sunda tampak secara eksplisit semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan dengan “keterbelakangan”, untuk tidak dikatakan primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada masyarakat Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa “gengsi” ini terkadang ditemukan pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda, termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang bahasa Sunda.

Oleh karenanya, jangankan di luar komunitas Sunda, di dalam komunitas Sunda sendiri, kebudayaan Sunda seringkali menjadi asing. Kemampuan tumbuh dan berkembang kebudayaan Sunda juga dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang tidak kalah memprihatinkan. Jangankan berbicara pemikiran-pemikiran baru, itikad untuk melestarikan apa yang telah dimiliki saja dapat dikatakan sangat lemah. Kebudayaan Sunda pun tampaknya terlihat masyarakat membuka ruang bagi terjadinya proses tersebut, dapat dikatakan menjadi salah satu penyebab rentannya budaya Sunda dalam proses regenerasi. Akibatnya, jadilah budaya Sunda yang gagap dengan regenerasi.

Generasi-generasi baru masyarakat Sunda seperti tidak diberi ruang terbuka untuk berkompetisi dengan sehat, hanya karena kentalnya senioritas serta “terlalu majunya” pemikiran para generasi baru, yang seringkali bertentangan dengan norma-norma yang dimiliki generasi sebelumnya. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila proses alih generasi dalam berbagai bidang pun berjalan dengan tersendat-sendat.

Mengamati daya hidup kebudayaan Sunda yang hanya memperlihatkan temuan-temuan yang cukup memprihatinkan, hal yang sama juga terjadi pada aspek mutu hidup yang digunakan untuk menjelajahi Kebudayaan Sunda, baik dari aspek tanggung jawab, idealisme maupun spontanitas. Lemahnya rasa tanggung jawab tidak saja diakibatkan oleh minimnya ruang-ruang serta kebebasan untuk melaksanakan kewajiban secara total dan bertanggung jawab tetapi juga oleh lemahnya kapasitas dalam melaksanakan suatu kewajiban.

No comments:

Post a Comment