Saturday, October 27, 2012

27/10 QS. AL-BAQARAH (2) : 10

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللّهُ مَرَضاً وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

 Di dalam qalbu mereka ada penyakit, lalu Allah menambah (terus) penyakitnya; dan bagi mereka (merasakan) siksa yang pedih, disebabkan apa yang mereka dustakan.

1.) Ketidaklurusan garis antara tiga titik (perbuatan-perkataan-jiwa) adalah penyakit yang bermula pada jiwa karena tidak ada perbuatan bertujuan yang tidak bermula dari jiwa—seperti telah dibahas sebelumnya (ayat 8 poin 4). Disebut مَّرَضٌ (disease, sickness, penyakit) karena sikap seperti ini bertentangan dengan sifat bawaan jiwa yang selalu ingin menggapai “yang benar”. Disebut penyakit apabila membuat sesuatu keluar dari kondisi normalnya. Semakin jauh sesuatu itu keluar dari kondisi normalnya semakin akut penyakitnya.

2). Apabila penyakit jiwa ini tidak segera disembuhkan, pada gilirannya akan membuat jiwa mengalami buta total. “… sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qalbu yang (ada) di dalam dada.” (22:46) Di titik inilah, mereka hanya melihat agama tidak lebih dari sekedar tipuan belaka saja. “(Ingatlah), tatkala orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam qalbunya berkata: ‘Mereka (orang-orang mukmin itu) ditipu oleh agamanya’...” (8:49) Agar proyek mereka berhasil, agar Nabi tidak diterima oleh masyarakatnya, dan agar merekalah yang kelak menjadi penguasa di masa depan, mereka mencoba membalik fakta dengan mengatakan: “Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kita melainkan tipu daya’.” (33:12)

3). Informasi dari akhirat mengindikasikan bahwa keberhasilan orang-orang munafik itu bisa diukur dari semakin banyaknya umat yang tidak mengenal lagi imamnya—[catatan: sengaja kata “imam” dan “khalifah” (seperti tertulis dalam al-Qur’an) tidak diterjemahkan menjadi (misalnya) “pemimpin” karena yang terakhir ini mempunyai jangkauan makna yang terlalu luas sehingga bisa mengaburkan makna yang sesungguhnya]. Karenanya kebutaan hati menjadi perkara yang besar kelak di akhirat. 

4). Lalu apakah sifat nifaq (penyakit orang munafiq) tidak bisa disembuhkan? Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Hanya saja cara satu-satunya untuk menyembuhkan penyakit nifaq ialah dengan bertobat, dengan kembali kepada kebenaran. “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (19:60) Firman Allah di tempat lain: “Dan bersegeralah kalian (kembali) kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan (hanya) untuk orang-orang yang bertakwa.” 

AMALAN PRAKTIS
Sayyidina Umar bin Khattab ra pernah berkata: hāsibuw anfusakum qabla antuhāsabu (hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab). Caranya: berhentilah mencari-cari ‘penyakit’ (kekurangan) orang lain. Renungkanlah secara mendalam, carilah satu persatu, jangan-jangan kita sendiri adalah bagian dari orang-orang yang dibicarakan di ayat ini. Kalau ada, jujurlah mengakuinya, dan mintalah kepada Allah agar Dia berkenan membantu menyembuhkannya. Karena Dialah Yang Maha Penyembuh.
 

No comments:

Post a Comment