Thursday, April 11, 2013

FAUNA ASLI INDONESIA YANG HAMPIR PUNAH


Orangutan Sumatra
Orangutan Sumatra hidup dan endemik terhadap Sumatra, sebuah pulau yang terletak di Indonesia.
Orangutan Sumatra juga lebih suka diam di pohon, hal ini mungkin karena adanya pemangsa seperti harimau Sumatra. Mereka bergerak dari pohon ke pohon bergelantungan menggunakan lengannya.
Diperkirakan ada sekitar 7.300 ekor orangutan Sumatra yang masih hidup di alam liar. Beberapa diantaranya dilindungi di lima daerah di Taman Nasional Gunung Leuser dan lainnya hidup di daerah yang tidak terlindungi: blok Aceh barat laut dan timur laut, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat. Program pembiakan telah dibuat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di provinsi Jambi dan Riau dan menghasilkan populasi orangutan Sumatra yang baru.
Harimau Sumatra
Harimau sumatra hanya ditemukan di Pulau Sumatra di Indonesia. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
Harimau Sumatra adalah subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet. Belang harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yangmenjadikan mereka mampu berenang cepat.
Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di Taman-taman nasional di Sumatra. Penghancuran habitat adalah ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara 1998 dan 2000
Badak Jawa
Badak Jawa adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak India dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini lebih kecil daripada badak India dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak Hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak Jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu.
Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak Jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap
Anoa
Anoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan rusa dan memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa akan dilahirkan sekali setahun.
Anoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa, Anoa de Montana, Anoa de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle’s Anoa. Sedangkan Anoa Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.
Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Sejak tahun 1960-an berada dalam status terancam punah. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
Kambing hutan Sumatra
Kambing hutan Sumatra adalah jenis kambing hutan yang hanya terdapat di hutan tropis pulau Sumatra.
Ciri khas kambing ini adalah bertanduk ramping, pendek dan melengkung ke belakang. Berat badannya antara 50 – 140 kg, panjang badannya 140 – 180 cm. hampir dua meter, cukup besar bila di bandingkan dengan ukuran seekor kambing biasa. Tingginya bila dewasa antara 85 – 94 cm.
Di alam bebas keberadaannya saat ini sudah sangat langkah dan memprihatinkan. Laporan terkini di dunia menyebutkan bahwa kambing sumatera ini masih terlihat di hutan-hutan pegunungan dataran tinggi sumatera tahun 1997. Tidak ada laporan yang berarti tentang kambing ini setelah tahun itu, mungkin karena maraknya penebangan dan illegal logging Indonesia, dan kurang seriusnya pemerintah melindungi hewan-hewan langkah.
Kebun-kebun binatang dunia yang memiliki koleksi species ini sangat bangga, karena banyak kebun binatang di Indonesia sendiri tidak memilikinya.
Komodo
Komodo adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.
Komodo hanya dapat ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek, berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter, serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang.
Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak. Pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar
Babirusa
Babirusa hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan satu sampai dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Bayi babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari makanan sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina hanya melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10 bulan, dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.
Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.
Bekantan
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Kalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan adalah untuk menarik perhatian kera betina, karena Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan populasi habitatnya, bekantan dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List.

Tuesday, April 2, 2013

KASTA PADA SISTEM KEMASYARAKATAN BUGIS - MAKASSAR


Menurut Garna (1994), “sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan yang tercipta karena adanya interaksi.

Dari berbagai definisi budaya, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sesuatu yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata (konkrit), misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Sistem Sosial Budaya adalah suatu keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.

Sistem kemasyarakatan Bugis-Makassar, terbagi atas tiga tingkatan (kasta). Pertama: karaeng (Makassar), menempati kasta tertinggi dalam stratifikasi sosial kemasyarakatan. Mereka adalah kerabat raja-raja yang menguasai ekonomi dan pemerintahan. Kedua: tu maradeka (Makassar), kasta kedua dalam sistem kemasyarakatan Bugis-Makassar. Mereka adalah orang-orang yang merdeka (bukan budak atau ata). Masyarakat Sulawesi Selatan (Bugis-Makassar) mayoritas berstatus kasta ini. Ketiga: ata, sebagai kasta terendah dalam strata sosial. Mereka adalah budak/abdi yang biasanya diperintah oleh kasta pertama dan kedua. Umumnya mereka menjadi budak lantaran tidak mampu membayar utang, melanggar pantangan adat, dan lain-lain.

Dalam perkembangannya, sebagai sunnatullah, sistem kerajaan runtuh dan digantikan oleh pemerintahan kolonial, stratifikasi sosial masyarakat Bugis-makassar berangsur luntur. Hal ini terjadi karena desakan pemerintah kolonial untuk menggunakan strata sosial tersebut. Selain itu, desakan agama (Islam) yang melarang kalsifikasi status sosial berdasarkan kasta. Pengaruh ini terlihat jelas menjelang abad 20, dimana kasta terendah, “ata”mulai hilang. Bahkan, sampai sekarang kaum ata sudah sulit ditemukan lagi, kecuali di kawasan pedalaman yang masihsangat feodal.

Setelah Indonesia merdeka, 2 kasta tertinggi, yaitu ana’ karaeng dan tu maradeka juga berangsur mulai hilang dalam kehidupan masyarakat. Memang pemakaian gelar ana’ karaeng, semisal Karaenta, Petta, Puang, dan Andi masih dipakai, tetapi maknanya tidak sesakral zaman kerajaan. Pemakaian gelar kebangsawanan tersebut tidak lagi dipandang sebagai pemilik status sosial tertinggi.

Dalam sistem sosial, juga dikenal adanya hubungan kekerabatan dalam masyarakat seperti : Sipa’anakang/sianakang, Sipamanakang, Sikalu-kaluki, serta Sambori.

Kesemua kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika seorang membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk segalanya.

Sirik na pacce juga merupakan prinsip hidup bagi suku Makassar. Sirik dipergunakan untuk membela kehormatan terhadap orang-orang yang mau memperkosa harga dirinya, sedangkan pacce dipakai untuk membantu sesama anggota masyarakat yang berada dalam penderitaan. Sering kita dengar ungkapan suku Makassar berbunyi “Punna tena siriknu, paccenu seng paknia” (kalau tidak ada siri’mu paccelah yang kau pegang teguh). Apabila sirikna pacce sebagai pandangan hidup tidak dimiliki seseorang, akan dapat berakibat orang tersebut bertingkah laku melebihi tingkah laku binatang karena tidak memiliki unsur kepedulian sosial, dan hanya mau menang sendiri.

Sistem sosial, kekerabatan dan nilai-nilai budaya yang dipaparkan di atas juga terdapat dan termanifestasi di daerah pesisir Makassar sejak dahulu hingga kini.

*sumber: http://www.alamyin.com