Thursday, April 11, 2013

FAUNA ASLI INDONESIA YANG HAMPIR PUNAH


Orangutan Sumatra
Orangutan Sumatra hidup dan endemik terhadap Sumatra, sebuah pulau yang terletak di Indonesia.
Orangutan Sumatra juga lebih suka diam di pohon, hal ini mungkin karena adanya pemangsa seperti harimau Sumatra. Mereka bergerak dari pohon ke pohon bergelantungan menggunakan lengannya.
Diperkirakan ada sekitar 7.300 ekor orangutan Sumatra yang masih hidup di alam liar. Beberapa diantaranya dilindungi di lima daerah di Taman Nasional Gunung Leuser dan lainnya hidup di daerah yang tidak terlindungi: blok Aceh barat laut dan timur laut, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat. Program pembiakan telah dibuat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di provinsi Jambi dan Riau dan menghasilkan populasi orangutan Sumatra yang baru.
Harimau Sumatra
Harimau sumatra hanya ditemukan di Pulau Sumatra di Indonesia. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
Harimau Sumatra adalah subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet. Belang harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yangmenjadikan mereka mampu berenang cepat.
Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di Taman-taman nasional di Sumatra. Penghancuran habitat adalah ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara 1998 dan 2000
Badak Jawa
Badak Jawa adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak India dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini lebih kecil daripada badak India dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak Hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak Jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu.
Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak Jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap
Anoa
Anoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan rusa dan memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa akan dilahirkan sekali setahun.
Anoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa, Anoa de Montana, Anoa de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle’s Anoa. Sedangkan Anoa Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.
Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Sejak tahun 1960-an berada dalam status terancam punah. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
Kambing hutan Sumatra
Kambing hutan Sumatra adalah jenis kambing hutan yang hanya terdapat di hutan tropis pulau Sumatra.
Ciri khas kambing ini adalah bertanduk ramping, pendek dan melengkung ke belakang. Berat badannya antara 50 – 140 kg, panjang badannya 140 – 180 cm. hampir dua meter, cukup besar bila di bandingkan dengan ukuran seekor kambing biasa. Tingginya bila dewasa antara 85 – 94 cm.
Di alam bebas keberadaannya saat ini sudah sangat langkah dan memprihatinkan. Laporan terkini di dunia menyebutkan bahwa kambing sumatera ini masih terlihat di hutan-hutan pegunungan dataran tinggi sumatera tahun 1997. Tidak ada laporan yang berarti tentang kambing ini setelah tahun itu, mungkin karena maraknya penebangan dan illegal logging Indonesia, dan kurang seriusnya pemerintah melindungi hewan-hewan langkah.
Kebun-kebun binatang dunia yang memiliki koleksi species ini sangat bangga, karena banyak kebun binatang di Indonesia sendiri tidak memilikinya.
Komodo
Komodo adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.
Komodo hanya dapat ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek, berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter, serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang.
Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak. Pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar
Babirusa
Babirusa hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan satu sampai dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Bayi babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari makanan sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina hanya melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10 bulan, dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.
Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.
Bekantan
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Kalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan adalah untuk menarik perhatian kera betina, karena Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan populasi habitatnya, bekantan dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List.

Tuesday, April 2, 2013

KASTA PADA SISTEM KEMASYARAKATAN BUGIS - MAKASSAR


Menurut Garna (1994), “sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan yang tercipta karena adanya interaksi.

Dari berbagai definisi budaya, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sesuatu yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata (konkrit), misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Sistem Sosial Budaya adalah suatu keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.

Sistem kemasyarakatan Bugis-Makassar, terbagi atas tiga tingkatan (kasta). Pertama: karaeng (Makassar), menempati kasta tertinggi dalam stratifikasi sosial kemasyarakatan. Mereka adalah kerabat raja-raja yang menguasai ekonomi dan pemerintahan. Kedua: tu maradeka (Makassar), kasta kedua dalam sistem kemasyarakatan Bugis-Makassar. Mereka adalah orang-orang yang merdeka (bukan budak atau ata). Masyarakat Sulawesi Selatan (Bugis-Makassar) mayoritas berstatus kasta ini. Ketiga: ata, sebagai kasta terendah dalam strata sosial. Mereka adalah budak/abdi yang biasanya diperintah oleh kasta pertama dan kedua. Umumnya mereka menjadi budak lantaran tidak mampu membayar utang, melanggar pantangan adat, dan lain-lain.

Dalam perkembangannya, sebagai sunnatullah, sistem kerajaan runtuh dan digantikan oleh pemerintahan kolonial, stratifikasi sosial masyarakat Bugis-makassar berangsur luntur. Hal ini terjadi karena desakan pemerintah kolonial untuk menggunakan strata sosial tersebut. Selain itu, desakan agama (Islam) yang melarang kalsifikasi status sosial berdasarkan kasta. Pengaruh ini terlihat jelas menjelang abad 20, dimana kasta terendah, “ata”mulai hilang. Bahkan, sampai sekarang kaum ata sudah sulit ditemukan lagi, kecuali di kawasan pedalaman yang masihsangat feodal.

Setelah Indonesia merdeka, 2 kasta tertinggi, yaitu ana’ karaeng dan tu maradeka juga berangsur mulai hilang dalam kehidupan masyarakat. Memang pemakaian gelar ana’ karaeng, semisal Karaenta, Petta, Puang, dan Andi masih dipakai, tetapi maknanya tidak sesakral zaman kerajaan. Pemakaian gelar kebangsawanan tersebut tidak lagi dipandang sebagai pemilik status sosial tertinggi.

Dalam sistem sosial, juga dikenal adanya hubungan kekerabatan dalam masyarakat seperti : Sipa’anakang/sianakang, Sipamanakang, Sikalu-kaluki, serta Sambori.

Kesemua kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika seorang membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk segalanya.

Sirik na pacce juga merupakan prinsip hidup bagi suku Makassar. Sirik dipergunakan untuk membela kehormatan terhadap orang-orang yang mau memperkosa harga dirinya, sedangkan pacce dipakai untuk membantu sesama anggota masyarakat yang berada dalam penderitaan. Sering kita dengar ungkapan suku Makassar berbunyi “Punna tena siriknu, paccenu seng paknia” (kalau tidak ada siri’mu paccelah yang kau pegang teguh). Apabila sirikna pacce sebagai pandangan hidup tidak dimiliki seseorang, akan dapat berakibat orang tersebut bertingkah laku melebihi tingkah laku binatang karena tidak memiliki unsur kepedulian sosial, dan hanya mau menang sendiri.

Sistem sosial, kekerabatan dan nilai-nilai budaya yang dipaparkan di atas juga terdapat dan termanifestasi di daerah pesisir Makassar sejak dahulu hingga kini.

*sumber: http://www.alamyin.com

Sunday, March 31, 2013

SIMBOL-SIMBOL PASKAH DAN MAKNANYA


ANAK DOMBA PASKAH


Di antara simbol-simbol Paskah yang populer, anak domba adalah yang paling penting dalam perayaan agung ini. Anak Domba Paskah, yang melambangkan Kristus, dengan bendera kemenangan, dapat dilihat dalam lukisan-lukisan yang dipasang di rumah-rumah keluarga Eropa. Doa paling kuno untuk pemberkatan anak domba ditemukan dalam buku ritual abad ketujuh biara Benediktin di Bobbio, Italia. Dua ratus tahun kemudian Roma mempergunakannya dan sesudah itu, selama berabad-abad kemudian, menu utama santap malam Paus pada Hari Raya Paskah adalah anak domba panggang. Setelah abad kesepuluh, sebagai ganti anak domba utuh, disajikan potongan-potongan daging yang lebih kecil.  


Tradiri kuno anak domba Paskah juga mengilhami umat Kristiani untuk menyajikan daging anak domba sebagai hidangan populer pada masa Paskah. Hingga sekarang, daging anak domba disajikan sebagai menu utama Minggu Paskah di berbagai daerah di Eropa timur. Tetapi, seringkali bentuk-bentuk anak domba kecil terbuat dari mentega, roti atau pun gula-gula menggantikan sajian daging anak domba, dan menjadi hidangan utama jamuan Paskah.     


Di abad-abad yang silam, dianggap merupakan suatu tanda keberuntungan jika orang menjumpai anak domba, teristimewa pada masa Paskah. Merupakan takhayul populer bahwa iblis, yang dapat mengambil wujud segala macam binatang, tidak pernah diperkenankan menampakkan diri dalam wujud anak domba karena simbol religiusnya.


TELUR PASKAH


Telur Paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa. Bagi para leluhur kita yang belum mengenal ajaran Kristiani, sungguh merupakan peristiwa yang menakjubkan menyaksikan suatu makhluk hidup yang baru muncul dari suatu obyek yang tampaknya mati. Bagi mereka, telur merupakan simbol musim semi. Di masa silam, di Persia, orang biasa saling menghadiahkan telur pada saat equinox musim semi, yang bagi mereka juga menandakan dimulainya tahun yang baru.


Pada masa Kristen, telur mendapatkan makna religius, yaitu sebagai simbol makam batu darimana Kristus keluar menyongsong hidup baru melalui Kebangkitan-Nya. Selain itu ada alasan yang sangat praktis menjadikan telur sebagai tanda istimewa sukacita Paskah, yaitu karena, dulu, telur merupakan salah satu makanan pantang selama Masa Prapaskah. Kaum beriman sejak awal telah mewarnai telur-telur Paskah dengan warna-warna cerah, meminta berkat atasnya, menyantapnya, serta memberikannya kepada teman dan sahabat sebagai hadiah Paskah.


Tradisi telur Paskah berkembang di antara bangsa-bangsa Eropa utara dan di Asia segera sesudah mereka masuk Kristen. Tetapi, di antara bangsa-bangsa Eropa selatan, dan dengan demikian juga di Amerika Selatan, tradisi telur Paskah tidak pernah menjadi populer.


Ritual Romawi mempunyai tata cara khusus untuk pemberkatan telur-telur Paskah:


“Kami mohon kepada-Mu, ya Tuhan, untuk menganugerahkan berkat-Mu atas telur-telur ini, menjadikannya makanan yang sehat bagi umat beriman, yang dengan penuh syukur menyantapnya demi menghormati Kebangkitan Tuhan kami Yesus Kristus.”


Pada abad pertengahan, menurut tradisi telur-telur dibagikan pada Hari Raya Paskah kepada semua pelayan. Terdapat catatan bahwa Raja Edward I dari Inggris (1307) memerintahkan agar 450 butir telur direbus menjelang Paskah, diberi warna atau dibungkus dengan daun keemasan, yang kemudian akan dibagi-bagikannya kepada seluruh anggota keluarga kerajaan pada Hari Raya Paskah.


Telur Paskah biasanya dibagikan kepada anak-anak sebagai hadiah Paskah bersama dengan hadiah-hadiah lain. Kebiasaan ini berakar kuat di Jerman di mana telur-telur disebut “Dingeier” (telur-telur yang “dihutang”). Anak-anak tidak berlambat dalam menuntut apa yang “dihutang” dari mereka, dan dengan demikian berkembanglah berbagai macam pantun di Perancis, Jerman, Austria dan Inggris, di mana anak-anak, bahkan hingga sekarang, menuntut telur-telur Paskah sebagai hadiah mereka. Berikut adalah salah satunya yang berasal dari Austria:


Kami menyanyi, kami menyanyi lagu Paskah:
Tuhan membuatmu sehat, kuat dan pintar.
Penyakit dan badai dan segala yang jahat
kiranya jauh dari kerabat, dan ternak dan ladang.
Sekarang, berilah kami telur,
yang hijau, yang biru dan yang merah;
jika tidak, anak-anak ayammu akan mati semuanya.


Di beberapa daerah di Irlandia, anak-anak mengumpulkan telur-telur angsa dan bebek sepanjang Pekan Suci, untuk diberikan sebagai hadiah pada Minggu Paskah. Sebelumnya, pada Minggu Palma, mereka membuat sarang-sarang kecil dari batu, dan sepanjang Pekan Suci mereka mengumpulkan sebanyak mungkin telur, menyimpannya dalam sarang-sarang batu mereka yang tersembunyi. Pada Minggu Paskah, mereka memakan semuanya, membaginya dengan anak-anak lain yang masih terlalu kecil untuk mengumpulkan telur-telur mereka sendiri.


Orang-orang dewasa juga memberikan telur-telur sebagai hadiah di Irlandia. Jumlah telur yang akan dihadiahkan ditentukan menurut peribahasa kuno di kalangan rakyat Irlandia: “Satu telur untuk pria sejati; dua telur untuk pria terhormat; tiga telur untuk yang miskin; empat telur untuk yang termiskin [pengemis].”  


Di kebanyakan negara, telur-telur diberi warna polos dengan pewarna dari tumbuh-tumbuhan. Di kalangan orang Chaldean, Syria dan Yunani, kaum beriman saling menghadiahkan telur-telur berwarna merah demi menghormati darah Kristus. Di daerah-daerah di Jerman dan Austria, hanya telur-telur berwarna hijau saja yang dipergunakan pada Hari Kamis Putih, tetapi telur-telur yang berwarna-warni dipergunakan selama perayaan Paskah. Orang-orang Slavic membuat pola-pola istimewa dengan emas dan perak. Di Jerman dan di beberapa negara Eropa tengah, telur-telur yang dipergunakan untuk memasak hidangan Paskah tidak dipecahkan, melainkan ditusuk dengan jarum di kedua ujungnya, lalu isinya dikeluarkan dengan meniupnya ke dalam mangkok. Kulit-kulit telur kosong diberikan kepada anak-anak untuk dipergunakan dalam berbagai macam permainan Paskah. Di beberapa daerah di Jerman, kulit-kulit telur kosong tersebut digantungkan pada semak-semak dan pohon sepanjang Pekan Paskah, mirip pohon Natal. Orang-orang Armenia menghiasi kulit telur kosong mereka dengan gambar-gambar Kristus yang Bangkit, Bunda Maria, dan gambar-gambar religius lainnya, untuk diberikan kepada anak-anak sebagai hadiah Paskah.   


Berbagai Permainan Menggunakan Telur


Masa Paskah merupakan masa bermain-main dengan telur di seluruh daratan Eropa. Lomba telur tumbuk dengan berbagai macam variasinya banyak dilakukan di Syria, Iraq, dan juga Iran. Di Norwegia, permainan itu disebut knekke (ketuk). Di Jerman, Austria dan Perancis, telur yang direbus keras digelindingkan di lapangan atau bukit dan saling diadu; telur yang tetap tak retak hingga akhir dinyatakan sebagai “telur kemenangan”. Permainan ini amat digemari di Amerika lewat pesta telur gelinding di lapangan Gedung Putih di Washington.


Tradisi umum lainnya di antara anak-anak adalah perlombaan mencari telur, baik di dalam rumah maupun di kebun pada hari Minggu Paskah. Di Perancis, anak-anak mendengarkan dongeng bahwa telur-telur Paskah dijatuhkan dari lonceng-lonceng gereja dalam perjalanan mereka kembali dari Roma. Di Jerman dan Austria, keranjang-keranjang kecil berisi telur, kue-kue serta permen diletakkan di tempat-tempat tersembunyi, dan anak-anak percaya bahwa kelinci Paskah, yang juga begitu populer di negeri ini, telah meletakkan telur-telur itu beserta permennya.


Di Rusia dan Ukrainia dan juga Polandia, orang memulai santapan Paskah mereka dengan penuh sukacita setelah masa puasa Prapaskah yang panjang dengan sebutir telur yang telah diberkati pada hari Minggu Paskah. Sebelum duduk makan, sang bapak akan dengan hati-hati membagikan sepotong bagian kecil dari telur Paskah kepada setiap anggota keluarga dan para tamu, sembari mengucapkan selamat berbahagia di hari yang kudus ini. Sebelum mereka memakan telur bagian mereka dalam keheningan, mereka tidak akan duduk untuk menyantap jamuan Paskah mereka.


KELINCI PASKAH


Kelinci Paskah berasal dari tradisi kesuburan masyarakat sebelum masa Kristiani. Kelinci merupakan binatang yang paling subur menurut para leluhur, karenanya kelinci dipergunakan sebagai simbol kehidupan baru yang melimpah di masa musim semi. Kelinci Paskah tidak pernah mempunyai makna religius dalam perayaan Paskah, meskipun dagingnya yang putih, kadang-kadang, dikatakan melambangkan kemurnian dan tanpa cela. Gereja tidak pernah memberikan pemberkatan istimewa bagi kelinci. Namun demikian, kelinci mendapat peran yang menyenangkan dalam perayaan Paskah sebagai tokoh legenda penghasil telur-telur Paskah bagi anak-anak di berbagai negara. Di berbagai daerah di Jerman, dipercaya bahwa kelinci Paskah meletakkan telur-telur merah pada hari Kamis Putih dan telur-telur berbagai macam warna pada malam sebelum Minggu Paskah. Kelinci-kelinci Paskah dalam bentuk kue-kue dan gula-gula mulai populer di Jerman selatan, dan sekarang kue dan gula-gula tersebut amat disukai anak-anak di berbagai macam negara.


BABI


Jangan melupakan si babi yang memberikan dagingnya sebagai hidangan dalam jamuan Paskah tradisional. Babi selalu melambangkan keberuntungan dan kemakmuran di kalangan orang-orang Indo-Eropa. Sisa-sisa pemakaian simbol kuno ini masih tetap hidup di jaman kita sekarang. Celengan anak-anak dalam bentuk babi misalnya, merupakan perwujudan dari tradisi kuno ini.


Merupakan tradisi yang diwariskan turun-temurun dari masa sebelum masa Kristiani, untuk makan daging babi dalam berbagai perayaan. Orang-orang Inggris dan Skandinavia menyantapnya, orang-orang Jerman dan Slavia menyantap daging babi panggang pada Hari Raya Natal. Juga, di berbagai wilayah di Eropa, daging babi panggang masih tetap merupakan jamuan utama tradisional dalam pesta pernikahan dan dalam perayaan-perayaan. Pada masa Paskah, ham asap, juga daging anak domba, menjadi santapan sebagian besar bangsa Eropa sejak masa silam, serta merupakan menu Paskah tradisional di berbagai wilayah.    


HAPPY SUNDAY EASTER!

Thursday, March 28, 2013

KAMIS PUTIH


Kamis Putih adalah hari Kamis sebelum Paskah, pada Hari Raya Pekan Suci ini umat Kristen mempunyai tradisi memperingati Perjamuan Malam terakhir yang dipimpin oleh Yesus. Hari Kamis Putih ini juga disebut Kamis Suci. (bahasa Inggris: Holy Thursday)

Pelayanan Kamis Putih secara tradisional dan menyejarah dapat mengenangkan kita pada peristiwa-peristiwa di mana Yesus mendekati masa-masa kematian-Nya. Peristiwa-peristiwa yang sangat kaya makna dan penting. Ini adalah pengenangan pada perempuan yang meminyaki Yesus dengan parfum dari buli-buli dan mengusapnya dengan rambutnya. Ini juga pengenangan akan Perjamuan Malam yang dilakukan Yesus, akhir masa Yesus berbagi roti dengan para murid. Ini adalah tanda dari keteladanan Yesus yang mereka semua pengikutnya menyebutnya pelayan dan ini juga pengenangan akan pengkianatan yang dilakukan Petrus dan juga Yudas.

Ibadah Kamis Putih adalah pelayanan doa, menggambarkan peran Yesus yang telah datang ke dunia membawa terang, terang yang segera padam. Pelayanan ini memiliki sebuah karunia sebagai garis luarnya sebagai sebuah lingkaran; terang (cahaya)-pelayanan-Perjamuan Kudus-pelayanan-terang. Terang Allah adalah terang dari penciptaan dan terang Kristus. Di dalam terang Kristus kita menemukan sebuah pesan, "Melayani"!



Pembasuhan Kaki dalam Kamis Putih
Perintah untuk melakukan pembasuhan kaki ini hanya terdapat dalam Injil Yohanes dan tidak terdapat dalam Injil sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) lainnya. Kaki adalah bagian yang kotor dalam tubuh manusia. Kaki manusia menginjak debu tanah. Pembasuhan merupakan sebuah bentuk dari simbolisasi tata gerak. Kegiatan membasuh kaki adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh orang Yahudi pada zaman Yesus. Proses pembasuhan kaki itu biasanya dilakukan oleh bawahan terhadap atasan. Dalam dunia Yunani, pembasuhan kaki adalah hal yang hina, yang biasa dilakukan oleh budak.

Namun yang istimewa di sini, pembasuhan kaki ini dilakukan oleh Yesus yang adalah Guru kepada murid-muridnya.Yesus melakukan sebuah ritual yang biasa dilakukan dengan cara yang tidak berbeda. Yesus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak layak dilakukan oleh seorang Guru.Tata gerak membasuh kaki ini menyimbolkan suatu teladan untuk merendahkan diri dan melayani.
Tindakan Yesus membasuh kaki merupakan tindakan simbolis yang menyimbolkan penyerahan diri, pembersihan, pengampunan, pembaharuan, kemuridan dan ibadah. Penyerahan diri yang dimaksudkan adalah penyerahan diri Yesus dalam kematian untuk membersihkan orang lain.Pembasuhan kaki yang Yesus lakukan juga menyimbolkan kerendahan hati dan keinginan untuk menjadi hamba yang mau melayani orang yang hina sekalipun.

Wednesday, March 27, 2013


SELAMAT MERAYAKAN HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN!

GALUNGAN - RANGKAIAN UPACARA DAN FILOSOFINYA


TUMPEK WARIGA

Jatuh pada hari Saniscara, Kliwon, Wuku Wariga, atau 25 hari sebelum Galungan. Upacara ngerasakin dan ngatagin dilaksanakan untuk memuja Bhatara Sangkara, manifestasi Hyang Widhi, memohon kesuburan tanaman yang berguna bagi kehidupan manusia.
ANGGARA KASIH JULUNGWANGI
Hari Anggara, Kliwon, Wuku Julungwangi atau 15 hari sebelum Galungan. Upacara memberi lelabaan kepada watek Butha dengan mecaru alit di Sanggah pamerajan dan Pura, serta mengadakan pembersihan area menjelang tibanya hari Galungan.
BUDA PON SUNGSANG
Hari Buda, Pon, Wuku Sungsang atau 7 hari sebelum Galungan. Disebut pula sebagai hari Sugian Pengenten yaitu mulainya Nguncal Balung. Nguncal artinya melepas atau membuang, balung artinya tulang; secara filosofis berarti melepas atau membuang segala kekuatan yang bersifat negatif (adharma).
Oleh karena itu disebut juga sebagai Sugian Pengenten, artinya ngentenin (mengingatkan) agar manusia selalu waspada pada godaan-godaan adharma.
Pada masa nguncal balung yang berlangsung selama 42 hari (sampai Buda Kliwon Paang) adalah dewasa tidak baik untuk: membangun rumah, tempat suci, membeli ternak peliharaan, dan pawiwahan.
SUGIAN JAWA
Hari Wraspati, Wage, Wuku Sungsang, atau 6 hari sebelum Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian dan kelestarian Bhuwana Agung (alam semesta).
SUGIAN BALI
Hari Sukra, Kliwon, Wuku Sungsang, atau 5 hari sebelum Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian, dan keselamatan Bhuwana Alit (diri sendiri).
PENYEKEBAN
Hari Redite, Paing, Wuku Dungulan, atau 3 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Galungan yang menggoda manusia untuk berbuat adharma. Galung dalam Bahasa Kawi artinya perang; Bhuta Galungan adalah sifat manusia yang ingin berperang atau berkelahi.
Manusia agar menguatkan diri dengan memuja Bhatara Siwa agar dijauhkan dari sifat yang tidak baik itu. Secara simbolis Ibu-ibu memeram buah-buahan dan membuat tape artinya nyekeb (mengungkung/ menguatkan diri).
PENYAJAAN
Hari Soma, Pon, Wuku Dungulan, atau 2 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Dungulan yang menggoda manusia lebih kuat lagi untuk berbuat adharma. Dungul dalam Bahasa Kawi artinya takluk; Bhuta Dungulan adalah sifat manusia yang ingin menaklukkan sesama atau sifat ingin menang.
Manusia agar lebih menguatkan diri memuja Bhatara Siwa agar terhindar dari sifat buruk itu. Secara simbolis membuat jaja artinya nyajaang (bersungguh-sungguh membuang sifat dungul).
PENAMPAHAN
Hari Anggara, Wage, Wuku Dungulan, atau 1 hari sebelum Galungan. Turunnya Sang Bhuta Amangkurat yang menggoda manusia lebih-lebih kuat lagi untuk berbuat adharma. Amangkurat dalam Bahasa Kawi artinya berkuasa. Bhuta Amangkurat adalah sifat manusia yang ingin berkuasa.
Manusia agar menuntaskan melawan godaan ini dengan memuja Bhatara Siwa serta mengalahkan kekuatan Sang Bhuta Tiga (Bhuta Galungan, Bhuta Dungulan, dan Bhuta Amangkurat).
Secara simbolis memotong babi “nampah celeng” artinya “nampa” atau bersiap menerima kedatangan Sanghyang Dharma. Babi dikenal sebagai simbol tamas (malas) sehingga membunuh babi juga dapat diartikan sebagai menghilangkan sifat-sifat malas manusia.
Sore hari ditancapkanlah penjor lengkap dengan sarana banten pejati yang mengandung simbol “nyujatiang kayun” dan memuja Hyang Maha Meru (bentuk bambu yang melengkung) atas anugerah-Nya berupa kekuatan dharma yang dituangkan dalam Catur Weda di mana masing-masing Weda disimbolkan dalam hiasan penjor sebagai berikut:
  1. lamak simbol Reg Weda,
  2. bakang-bakang simbol Atarwa Weda,
  3. tamiang simbol Sama Weda, dan
  4. sampian simbol Yayur Weda.
Di samping itu penjor juga simbol ucapan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi karena sudah dianugerahi kecukupan sandang pangan yang disimbolkan dengan menggantungkan beraneka buah-buahan, umbi-umbian, jajan, dan kain putih kuning.
Pada sandyakala segenap keluarga mabeakala, yaitu upacara pensucian diri untuk menyambut hari raya Galungan.
GALUNGAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Dungulan, merupakan perayaan kemenangan manusia melawan bentuk-bentuk adharma terutama yang ada pada dirinya sendiri. Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan memberkati umat manusia. Persembahyangan di Pura, Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih kepada Hyang Widhi atas anugrah-Nya itu.
MANIS GALUNGAN
Hari Wraspati, Umanis, Wuku Dungulan, 1 hari setelah Galungan, melaksanakan Dharma Santi berupa kunjungan ke keluarga dan kerabat untuk mengucapkan syukur atas kemenangan dharma dan mohon maaf atas kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Malam harinya mulai melakukan persembahyangan memuja Dewata Nawa Sangga, mohon agar kemenangan dharma dapat dipertahankan pada diri kita seterusnya.
Pemujaan di malam hari selama sembilan malam sejak hari Manis Galungan sampai hari Penampahan Kuningan disebut sebagai persembahyangan Nawa Ratri (nawa = sembilan, ratri = malam) dimulai berturut-turut memuja Bhatara-Bhatara: Iswara, Mahesora, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, Wisnu, Sambu, dan Tri Purusa (Siwa-Sada Siwa-Parama Siwa).
PEMARIDAN GURU
Hari Saniscara, Pon, Wuku Dungulan, 3 hari setelah Galungan merupakan hari terakhir Wuku Dungulan meneruskan persembahyangan memuja Dewata Nawa Sangga khususnya Bhatara Brahma.
ULIHAN
Hari Redite, Wage, Wuku Kuningan, 4 hari setelah Galungan, Bhatara-Bhatari kembali ke Kahyangan, persembahyangan di Pura atau Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih atas wara nugraha-Nya.
PEMACEKAN AGUNG
Hari Soma, Kliwon, Wuku Kuningan, 5 hari setelah Galungan. Melakukan persembahan sajen (caru) kepada para Bhuta agar tidak mengganggu manusia sehingga Trihitakarana dapat terwujud.
PENAMPAHAN KUNINGAN
Hari Sukra, Wage, Wuku Kuningan, 9 hari setelah Galungan. Manusia bersiap nampa (menyongsong) hari raya Kuningan. Malam harinya persembahyangan terakhir dalam urutan Dewata Nawa Sanga, yaitu pemujaan kepada Sanghyang Tri Purusha (Sisa, Sada Siwa, Parama Siwa).
KUNINGAN
Hari Saniscara, Kliwon, Wuku Kuningan, 10 hari setelah Galungan. Para Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan sampai tengah hari.
Manusia mengucapkan terima kasih kepada Hyang Widhi atas wara nugrahanya berupa kekuatan dharma serta mohon agar kita senantiasa dihindarkan dari perbuatan-perbuatan adharma.
Secara simbolis membuat sesajen dengan nasi kuning sebagai pemberitahuan (nguningang) kepada para preti sentana agar mereka mengikuti jejak leluhurnya merayakan rangkaian hari raya Galungan – Kuningan.
Selain itu menggantungkan “tamiang” di Palinggih-palinggih sebagai tameng atau perisai terhadap serangan kekuatan adharma.
PEGAT UWAKAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Paang, satu bulan atau 35 hari setelah Galungan, merupakan hari terakhir dari rangkaian Galungan. Pegat artinya berpisah, dan uwak artinya kelalaian. Jadi pegat uwakan artinya jangan lalai melaksanakan dharma dalam kehidupan seterusnya setelah Galungan. Berata-berata nguncal balung berakhir, dan selanjutnya roda kehidupan terlaksana sebagaimana biasa.

*sumber: http://stitidharma.org