Sejarah surat menyurat di Indonesia, sudah ada sejak jaman kerajaan Mulawarman, Sriwijaya, Tarumanagara, Mataram, Purnawarman dan Majapahit. Pada waktu itu, penyampaian surat dilakukan oleh pengantar surat khusus.
Untuk surat menyurat, biasanya ditulis di berbagai bahan, seperi kulit kayu, potongan bamboo yg dibuat rata atau di atas daun lontar. Tetapi sejak edatangan Belanda ke Indonesia, merupakan awal dimulainya penggunaan kertas untuk surat menyurat, tetapi biaya pengirimannya masih dibayar dengan uang tunai sampai digunakan perangko Hindia Belanda yg pertama pada tahun 1864, sedangkan perangko pertama kalinya di dunia diterbitkan di Inggris tahun 1840.
Beberapa perangko langka / tua yg diterbitkan oleh jaman Hindia Belanda, seperti foto diatas ini. Aku hanya untuk koleksi saja …..
Perangko2 jaman Hindia Belanda ini, tertera tulisa “10 cent”, ini yg pertama di keluarkan dan dipakai di Indonesia, bergambar Raja Willem III. Biasanya, juga memuat tulisan “Nederl” , juga “Indie”. Dicetak di Belanda ( kota Ultrecht ) dan desainnya oleh JW. Kaiser dari Amsterdam.
Nominalnya bermacam2 : 10 cent - 12,5 cent - 15 cent. Gambarnyapun bermacam2. Mayoritas gambar Raja Willem III. Dan juga, ada perangko dari jam Jepang dengan nominal 5 cent dan 20 cent. Menarik bukan ? Foto di atas, di baris 1 sampai 3 adalah perangko tertua aku. Setelahmya, semakin muda sampai sekarang.
Jaman kemerdekaan terdapat perangko2 khusus tahun 1945 - 1950 ( 3 baris di foto atas ini ). Pada 17 Agustus 1945, Indonesia membuat perangko khusus dengan beberapa nominal ( aku hanya 1 nominal : 15 sen ) dan pada jama RIS dengan gambar bendera Indonesia dengan nilai nomnal 15 sen dengan 2 ukuran, dan 1 perangko dengan tulisan “17 Agoestoes 1945″ tanpa gerigi.
Pada baris kedua, merupakah hasil desaner tentang pembacaan Naskah Kemerdekaan. Perangko ini termasuk langka dan dicari oleh banyak kolektor.
Di baris ketiga, adalahperangko “Kembali ke UUD 1945″ dengan nilai nominal 20 sen, 50 sen, 75 sen dan Rp.1,50. Ini juga termasuk perangko langka.
Seorang sahabat, bapak Lutfie, pada waktu aku berbicara di seminar di Museum Perangko ( lihat tulisanku Kompasiana dan Museum Perangko, Membuat Aku Mulai Bisa Merefleksikan Diri di Balik Ketidak-sempurnaanku )
, memberikan ‘copy’ tanda tangan Bung Hatta dan Bung Adam Malik di atas “Sampul Hari Pertama” salah satu peranko Indonesia, dan akan aku simpan.
Copy tanda tangan Bung Hatta dan tanda tangan Bung Adam Malik.
Ada perangkoku jaman Republik Indonesia Serikat ( RIS ) dengan nilai nominal 2 sen, 5 sen dan 10 sen. Itu sebenarnya tidak khusus dicetak, tetapi saat itu, RIS ingin dipakai sebagai perangko, sehingga, cetakannya ditambahkan RIS ….. ini juga perangko langka …..
Dan perangko yg seperti itu ( ditambahkan dengan cetakan khusus dan langka ) adalah : Irian Barat ( foto diatas baris ke 4 ). Indah sekali, bukan ?
Cetakan Irian Barat juga ada di foto ini, tentang hasil bumi Indonesia ( baris ke 4 dan 5 ), juga materai cetakan Irian Barat dengan nilai nominal 5 sen dan 100 sen.
Perangko sebagai karya seni, merupakan desain dari seniman2 berbakat di seluruh dunia. Sejak tahun 1950-an, dsain pererangku di Indonesia juga menjadi ‘karya seni perangko’. Kepala Negara Indonesia, menjadi nilai seni dari banyak kolektor perangko di dunia. Seperti Soekarno dan Soeharto.
Perangko2 Soekarno, menjadikan koleksiku lebih menarik. Perangko seri Soekarno ada beberapa seri : Conefo ( nilai nominal 1,-+1 sampai 100,-+ 25 ), tahun 1965 ( 1 sen sampai 80 sen ), tahun 1966 ( Rp.1 sampai Rp.25 ) dan tahun 1966 ( nilai nominal 6,- sampai 500,- ).
Seri Soekarno yang lain juga memenuhi koleksiku. Juga seri 16 pahlawan Indonesia :
Sultan Hasanuddin, Surjopranoto, Tengku Tjhik Di Tiro, Teuku Umar, KH. Samanhudi, Kapitan Pattimura, RA. Kartini, Tuanku Imam Bondjol, SiSingamangaradja XII, MH. Thamrin, KH. Dewantoro, Djendal Soedirman, Pangeran Diponegoro, HOS Tjokroaminoto, KH. Agus Salim dan Dr, Soetomo.
Ada perangko ‘khusus’ tentang RMS ( Republik Maluku Selatan ), ada di foto diatas ini di baris ke7. Aku tidak mengerti nilai nominalnya. Perangko yg kecil, tidak mempunyai ‘gigi’, sepertinya hanya dicetak diatas kertas biasa.
Dan perangko “Save Borobudur Monument” dicetak tahun 1968, merupakan perangko khusus dangan konsep “3 menjadi 1″ ( ada di baris ke3 ). Perangko ini, dicetak ‘panoramik’ untuk melihat relief Candi Borobudur.
Seri pahlawan jaman PKI juga mempunyai tempat di hatiku. Kesepuluh pahlawan itu ( Achmad Yani, DI Panjaitan, Sasuit Tubun, Harjono MT, R. Suparto, S. Parman, Sutojo Siswomiharjo, Soegiono, Katams dan Andreas Tendean ), aku dapatkan dari salah satu temanku dimana kita bersahabat pena.
Dan perangko tentang pahlawan Gatot Subroto, Tjut Nya Dien dan R. Dewi Sartika hanya dicetak dengan nilai nominal hanyak 15,-.
Piala Thomas Cup tahun 1958 tak luput dijadikan ‘monumen perangko’ juga ‘Tour de Java I’ dengan bersepeda yg dicetak tahun 1958.
Foto diatas, dibaris ketiga adalah perangko hasil karya Raden Saleh. Ada 2 dengsn nilai nominal 25,- dan 50,-. Dibuat tahun 1967. Dan untuk memperingati “100 tahun perangko di Indonesia”, PT Pos mencetaknya, dengan bergambar perangko2 tua dan langka ( baris ke 7 ) seperti yg sudak aku sebutkan diatas.
Perangko “100 tahun kerea api” juga ada di koleksi ‘tua’ku ( baris ke 6 ) dan macam2 kendaraan di Indonesia ( dari tahun 1974-1974 ), bisa membuat aku betah berlama2 menikmati perangko2 tuaku.
Perangko “Games of the New Emerging Forces” yg dicetak tahun 1963 juga banyak yang mencarinya. Nilai nominalnya dari 1,25 sampai 50,- sangat indah dipandang.
Beberapa perangko “Asian Games IV” yang dicetak tahun 1962 dengan banyak nilai nominal, sangat membuat koleksiku bertambah berharga. Aku punya 22 kegiatan berolah raga.
Beberapa perangko ini, merupakan perangko ‘used’ ( dipakai untuk berkirim surat ) dan beberapa aku mendaatkannya dengan tukar menukar pada waktu aku masih SD dan SMP.
Perangko2 tentang bunga, membuat koleksiku menjadi tambah semarak dangan banyak nilai nominal. Dan perangkoku tentang “Pancasila” sangat cantik. Masing2 sila mempunyai warna2 yang berbeda2, kata2nya adalah :
1. Ketuhanan yang Maha Esa - nominal 50+15
2. Perikemanusiaan - nominal 20+10
3. Kebangsaan - nominal 25+10
4. Kedaulatan Rakyat - nominal 40+15
5. Keadilan Sosial - 10+5
Aku tidak mengerti, bagaimana konsep nilai nominal dan mengapa nilai nominal ini ‘naik turun’.
Beberapa perangko, adalah untuk menunjukkan tentang alat musik di Indonesia, dicetak tahun 1967 dengan nilai nominal 0,50 rupiah sampai 25 rupiah. Desain perangko ini, menggambarkan, ada dimana alat2 musik itu, dengan keterangan yang ada di atas masing2 perangko. Misalnya, ‘Gongsa dari Bali’ dengan nilai npminal 5,-, ‘Rebab dari Jawa’ dengan nilai nominal 8,-. Juga ‘Kolintang dari Sulawesi’ dengan nilai nominal 20,-. Menarik bukan?
Proses pencetakan perangko pada dasarnya hampir sama dengan pencetakn uang. Mulai dari mendesain sampai menjadi pebuah perangko diperlukan ketelitian dalam pengerjaannya sehingga tidak mudah ditiru atau dipalsukan. Karenanya, hakekat perangko adaah sebagai ‘kertas berharga’ maka yg berwenang menerbitkan perangko hanyalah Pemerintah.
Perangko2 Indonesia, menyajikan berdasarkan banyak tema, untuk menikmati kekayaan dan keindahan alam Indonesia. Disamping itu, kita bisa mengikuti seberapa jauh peranan Pemerintah Indonesia dalam usaha2 kemanusiaan, pembinaan remaja melalui pramuka dan pembinaan serta hasil2 yg telah dicapai dalam bidang olah raga.
Bagi kita, kesadaran akan kekayaan dan keindahan yg dimiliki bumi persada Indonesia ini, akan mempertebal kecintaan serta kebanggaan pada tanah air sendiri. Dan dengan adanya pengetahuan mengenai keistimewaan yg dimiliki oleh tiap2 daerah di tanah air, diharapkan dapat menumbuhkan minat wisata pada generasi muda.
Jadi, walau bentuknya mungil, peranan perangko dalam menunjang usaha Pemerintah mengembangkan pariwisata di Indonesia, tidaklah dapat diabaikan …..
Oleh Christie Damayanti
*sumber :http://lifestyle.kompasiana.com
ReplyDeleteDistributor Kuota Lampung
PT Lampung Service
Service HP Bandar Lampung
Service iPhone Lampung
Service Acer Lampung
PT Lampung Service
Cv Lampung Service